Tadabbur QS. Al-Baqarah 221–223 dan Penjelasan Tafsir oleh Ustadzah Hj. Yuliani Khalfiah, M.Pd.I

Palangka Raya, 4 April 2024 — Pengajian rutin Aisyiyah Kalimantan Tengah kembali digelar pada Ahad, 4 April 2024, bertempat di Masjid Darul Arqom, Kompleks Perguruan Muhammadiyah Palangka Raya. Kegiatan ini merupakan bagian dari program majelis Tabligh dan Ketarjihan Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Kalimantan Tengah, yang secara konsisten dilaksanakan setiap bulan sebagai bentuk pembinaan ruhiyah dan penguatan pemahaman agama bagi jamaah.
Acara dimulai tepat pukul 13.00 WIB dengan kegiatan Tahsin dan Tafsir Al-Qur’an, diawali dengan pembacaan Al-Qur’an secara bergiliran oleh jamaah. Pada kesempatan ini, ayat yang dibaca adalah Surat Al-Baqarah ayat 221 sampai 223. Setiap peserta membaca secara bergantian sementara yang lain menyimak dengan penuh khidmat, menciptakan suasana yang khusyuk dan mendalam.
Setelah pembacaan Al-Qur’an, kegiatan dilanjutkan dengan penyampaian tafsir yang diisi oleh Ustadzah Hj. Yuliani Khalfiah, M.Pd.I, Wakil Ketua PWA Kalteng yang membidangi Majelis Tabligh dan Ketarjihan. Dalam pengajiannya, beliau menyampaikan tafsir At-Tanwir dari QS. Al-Baqarah ayat 221–223 yang mengangkat tema penting seputar pernikahan, relasi suami istri, dan nilai-nilai spiritualitas dalam rumah tangga Islam.
Kegiatan ini dilanjutkan dengan shalat Ashar berjamaah. Suasana kebersamaan ini menjadi pengikat ukhuwah di antara sesama jamaah yang hadir.
Tafsir QS. Al-Baqarah Ayat 221–223:
1. Ayat 221
Allah melarang umat Islam menikahi perempuan musyrik sebelum mereka beriman, sekalipun wanita tersebut menarik secara lahiriah. Demikian pula laki-laki musyrik dilarang menikahi wanita mukmin. Dalam ayat ini, Allah menekankan bahwa iman adalah kriteria utama dalam membangun rumah tangga, karena pernikahan bukan hanya penyatuan fisik, tetapi juga ruhani dan akidah.
"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak perempuan yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu..."
2. Ayat 222:
Ayat ini berbicara tentang hukum seputar haid. Allah menyatakan bahwa haid adalah suatu kotoran/gangguan (aza), dan selama masa tersebut suami tidak boleh mencampuri istri. Namun demikian, ini bukan berarti menjauhi istri secara emosional dan tidak boleh dekat secara fisik sehingga mereka harus diasingkan dan tidak boleh makan bersama . Ayat ini menjelaskan tentang ketentuan penyaluran naluri seksual secara sehat dan benar dalam kehidupan berumah tangga yang merupakan salah satu fungsi pernikahan. Islam mengajarkan sikap hormat dan kasih sayang terhadap istri dalam keadaan apa pun, termasuk saat haid. Setelah bersuci, istri boleh kembali dicampuri sebagaimana yang diperintahkan Allah.
"Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: haid itu adalah suatu kotoran. Maka jauhilah wanita di waktu haid”
3. Ayat 223
Ayat ini menjelaskan hubungan suami istri dengan ungkapan metaforis bahwa istri adalah “ladang” atau tempat bercocok tanam bagi suami. Suami diberi hak untuk mendatangi istri dengan cara yang baik dan penuh kasih sayang. Tafsir ayat ini menekankan pentingnya menjaga adab dalam hubungan suami istri, menghindari kekerasan, serta mengedepankan etika dan keimanan. Perumpamaan sebagai “ladang” haruslah dirawat, dijaga, dipupuk, setelah tumbuh tanamannya dijauhkan dari hal yang merusak, kalau sudah berbuah rawat dengan baik, perhatikan dia agar kehamilannya berlangsung dengan baik sampai melahirkan. Kalau anak , sebagai buah yang dipanen dari ladang telah lahir dengan selamat, rawatlah dengan baik penuh cinta dan kasih sayang. Seperti itulah makna yang bisa ditarik dari perumpamaan istri sebagai ladang tempat bercocok tanam suami.
"Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dengan cara yang baik..."
Ustadzah Yuliani mengingatkan bahwa relasi dalam keluarga muslim harus dibangun di atas dasar iman, kasih sayang, dan pemahaman agama yang benar. Rumah tangga adalah sarana meraih ketenangan jiwa dan ladang amal menuju ridha Allah.
Para peserta tampak antusias dan merasa tercerahkan oleh kajian yang disampaikan, dengan harapan semoga nilai-nilai yang telah dipelajari dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.(sf)