Kajian Rutin PWA : Diskusi Hangat Tentang Khitan Perempuan

Palangka Raya, 01/09/24-Majelis Tabligh dan Ketarjihan (MTK) Kalteng adakan Kajian bedah hadis tentang khitan bagi perempuan ditinjau dari kwalitas hadis yang disampaikan pada pengajian rutin Pimpinan Wilayah Aisyiyah oleh Ketua Majelis Tabligh dan Ketarjihan (MTK) Kalimantan Tengah Ibu Hj. Yuliani Khalfiah M. Pd.I.
Kegiatan tersebut bertujuan agar warga ‘Aisyiyah memahami pandangan dan sikap Muhammadiyah pada landasan yang mendasari sikap majelis Tarjih terhadap khitan perempuan yang terjadi ditengah masyarakat. Pengajian kali ini selain dihadiri oleh Ketua PWA Kalimantan Tengah Dr. Hj. Sanawiyah, MH., juga dihadiri oleh Wakil Ketua yang membidangi Majelis Tabligh dan Ketarjihan Ibu Lilik Kholisotin, M.Pd.I, Ketua majelis kesehatan Ibu Nurul Komariah, M. Kes, Wakil Sekretaris PWA Dr. Nurul Hikmah Kartini, M.Pd serta unsur pimpinan lainnya dari berbagai majelis, diantaranya Bu Nurhaini S.E., M.Si sekretaris dari majelis Kesejahteraan Sosial, juga hadir Ketua PDA Kota Palangka Raya Ibu Hj. Mujibah, S.Ag.
Kegiatan berlangsung pada Ahad, 27 Safar 1446 H bertepatan 1 September 2024 M. Bertempat di masjid Darul Arqam Jl. RTA Milono Km 1,5 komplek Perguruan Muhammadiyah Palangka Raya. Diskusi terasa hangat karena kajian bukan hanya perspektif hadis tetapi diwarnai pula kajian perspektif medis dan pandangan masyarakat awam tentang khitan selama ini.
Bagaimanakah Kwalitas Hadis tentang Khitan Perempuan?
Permasalahan perempuan memang tak pernah habis-habisnya dibahas, diantaranya tentang khitan perempuan yang tetap aktual dan hangat diperbincangkan karena pelaksanaannya nyata dalam realitas masyarakat sampai sekarang dan sampai saat ini pula masih banyak terdapat silang pendapat antara yang menyamakan hukumnya dengan khitan laki-laki (wajib atau sunnah) dan yang tidak menganjurkannya karena berbagai mudharat yang sering menimpa disebabkan praktik yang banyak merugikan perempuan jika dipandang dari perspektif medis.
Pembahasan tentang hadis khitan yang dipandang sebagai dasar praktik khitan perempuan penting diketahui dan ditelaah oleh warga ‘Aisyiyah yang berkemajuan, responsive terhadap permasalahan perempuan. Pengajian seperti biasanya diawali dengan tahsin al-Qur’an beserta tafsirnya yang dipimpin oleh Ibu Lilik Kholisotin, selaku wakil ketua yang membidangi MTK. Sebagai narasumber dalam kajian hadis adalah ketua Majelis Tabligh dan Ketarjihan (MTK) PWA Kalteng Ibu Yuliani Khalfiah yang juga dosen di IAIN Palangka Raya.
Kajian tentang hadis yang menjadi dasar praktik sunat atau khitan perempuan disimpulkan bahwa tidak ada satupun hadis yang menyarankan khitan perempuan mencapai derajat shahih, walaupun ada beberapa hadis, tetapi semuanya memiliki derajat dha’if dan tidak bisa mengangkat derajat hadis tersebut, sebagaimana disampaikan oleh Hj. Yuliani Khalfiah (Ketua MTK) kutub al-sittah ( Enam Kitab Induk Hadis) hadis yang disebut-sebut sebagai dalil khitan perempuan dari Ummu ‘Athiyah hanya diriwayatkan dalam kitab Sunan Abu Daud No. 5271 , dengan kwalitas dha’if. Jadi tidak terdapat dalam kitab shahih Imam Bukhari, shahih Muslim, sunan Turmudzi, sunan Nasai’ dan sunan Ibnu Majah. Hadis lain yang diriwayatkan oleh perawi lain di luar Kutub al-sittah seperti Imam Baihaqy dalam Sunan al-Kubra dan Syu’bu al Iman, semuanya diriwayatkan jalur shahabiyah Ummu ‘Athiyah, tidak ada syawahid (sahabat lain yang meriwayatkan) dan mutabi (pendukung ditingkat selain sahabat) semua melalui jalur Muhammad Bin Hassan,yang dinilai dha’if oleh kritikus hadis (ulama Jarh wat ta’dil), sehingga tidak bisa naik derajat menjadi hasan atau shahih dan tetap dalam kedha’ifannya. Sedangkan paham Muhammadiyah hanya memakai hadis maqbul ( derajat shahih atau hasan).
Pemaparan materi juga diselingi dialog dari perspektif medis. Dalam kesempatan dialog ketua majelis kesehatan Ibu Nurul Komariah, M. Kes menyatakan bahwa praktik khitan perempuan ini jika kesalahan prosedur pelaksanaan bisa sangat merugikan perempuan, misalnya pemotongan clitoris-nya yang berlebihan karena tidak dilakukan oleh tenaga medis yang professional atau dokter ahli kesehatan reproduksi wanita sebagaimana sering terjadi di masyarakat, misalnya khitan yang dilakukan oleh dukun melahirkan dengan peralatan yang seadanya akan berdampak pada kesehatan perempuan, baik pendarahan, infeksi saluran kencing, keputihan, dan lain-lain bahkan bisa berdampak tidak pernah mencapai orgasme dalam hubungan intim suami isteri.
Dalam pengajian juga disampaikan sikap majelis tarjih sebagaimana ditulis pada Laman MUHAMMADIYAH.OR.ID Or.id yang dengan tegas menyatakan bahwa sunat perempuan bukanlah bagian dari tuntunan agama, melainkan tradisi yang tidak didasarkan pada dalil agama yang jelas. Pandangan ini muncul dari keyakinan bahwa landasan hukum sunat perempuan tidak dapat ditemukan dalam ajaran Islam yang autentik. Majelis Tarjih menyoroti perbedaan dengan sunat laki-laki, yang diakui memiliki dasar hukum yang jelas dalam dalil agama. Berbeda dengan sunat laki-laki dalil yang memiliki dalil eksplisit, tidak ada dalil yang secara spesifik menyebutkan sunat perempuan. Dengan pertimbangan tiada dalil, Majelis Tarjih mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa sunat perempuan tidak boleh dilakukan. Keputusan ini didasarkan pada penilaian teliti terhadap manfaat dan madharat (kerugian) yang mungkin timbul dari praktik ini. Muhammadiyah berkomitmen untuk menjaga integritas ajaran Islam dan melindungi perempuan dari praktik yang dianggap tidak didukung oleh nash (teks agama). (yk)