Jangan Boros dan Mubazir: Evaluasi Gaya Hidup Selama Ramadan, Oleh: Amalia Irmaningtyas

SHARE

 

Amalia Irmaningtyas menyampaikan pentingnya menerapkan prinsip hidup tidak boros dan menghindari mubazir, terutama dalam hal konsumsi makanan dan minuman selama Ramadhan atau pasca Ramadhan. Tulisan ini mengajak umat Islam untuk mengevaluasi diri dan menerapkan kebiasaan baik setelah Ramadhan.  

Ramadhan bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tetapi juga waktu untuk merefleksikan kebiasaan dalam makan dan minum. Apakah selama ini kita sudah menjalankan ajaran Islam dalam mengatur konsumsi? Ataukah kita cenderung berlebihan dalam membeli dan mengonsumsi makanan?  

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita memiliki kemampuan untuk membeli banyak hal, tetapi apakah semua yang dibeli benar-benar sesuai kebutuhan? Banyak orang yang saat berpuasa menahan lapar seharian, tetapi ketika waktu berbuka tiba, muncul keinginan untuk mengonsumsi segala jenis makanan dan minuman tanpa pertimbangan. Padahal, sesuatu yang berlebihan tidaklah baik, termasuk dalam hal makanan.  

Mencegah mubazir, Islam melarang pemborosan. Fenomena mubazir sering kali terjadi saat berbuka puasa. Terkadang, makanan yang sudah disiapkan dalam jumlah banyak tidak termakan dan akhirnya menjadi sampah pangan. Hal ini bukan hanya pemborosan secara individu, tetapi juga berdampak pada lingkungan dan sosial. Islam dengan tegas melarang pemborosan, sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Isra’ 26-27, artinya 

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudara setan, dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya”.

Menurut Ibnu Katsir, ayat ini mengajarkan bahwa pengelolaan harta harus seimbang, baik selama bulan puasa maupun di luar Ramadan. Pemborosan bukan hanya tentang makanan, tetapi juga dalam pengeluaran sehari-hari yang tidak terarah.  

Menghindari sikap boros bukan hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi juga memiliki dampak luas bagi masyarakat dan lingkungan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang menghasilkan banyak sampah pangan, sementara di sisi lain, masih banyak masyarakat yang kesulitan mendapatkan makanan. Sikap boros juga bisa mengurangi empati terhadap orang-orang yang kurang mampu.  

Untuk menghindari hal ini, Amalia Irma Ningtyas mengingatkan agar setiap keluarga mengatur kebutuhan makan dengan lebih bijak, memastikan makanan yang disajikan sesuai porsi dan tidak berlebihan. Hadis Rasulullah  juga memberikan panduan dalam pola makan yang sehat: 

“Cukuplah mengisi perut dengan sepertiga makanan, sepertiga air, dan sepertiga udara.”

(HR. Tirmidzi)  

Jika pola konsumsi tidak seimbang, maka dampaknya bisa membuat seseorang mengantuk dan malas, yang justru mengurangi produktivitas selama Ramadhan.  

Tulis ini menekankan bahwa Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi kebiasaan hidup. Tidak hanya dalam hal ibadah, tetapi juga dalam gaya hidup yang lebih sederhana dan bermanfaat. Dengan menerapkan pola konsumsi yang lebih baik, umat Islam dapat lebih menyempurnakan kehidupan setelah Ramadhan dan membawa keberkahan bagi diri sendiri serta masyarakat.(Pan)