Assoc. Prof. Dr. Mimi Fitriana Zaini - PCIA Malaysia

Puasa sebagai Sarana Penyucian Jiwa- rangkaian Dakwah Internasional Ramadhan yang diselenggarakan oleh Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Kalimantan Tengah bekerja sama dengan PCIA Malaysia, Turki, dan Pakistan, sebuah kajian mendalam mengenai puasa sebagai sarana penyucian jiwa telah disampaikan oleh Ustadzah Assoc. Prof. Dr. Mimi Fitriana Zaini dari PCIA Malaysia. Kajian ini disiarkan secara daring melalui YouTube Dakwah Internasional, menjangkau audiens global untuk mendalami makna puasa dalam konteks tazkiyatun nafs atau penyucian jiwa.
Dalam pemaparannya, Ustadzah Mimi Fitriana menjelaskan bahwa puasa merupakan mekanisme tertinggi dalam penyucian jiwa. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits, puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga sebagai terapi spiritual yang membentuk jiwa yang bersih dan penuh ketakwaan.
Puasa di bulan Ramadhan sebagai sarana tazkiatun nafs merupakan peluang besar yang diberikan Allah khususnya kepada wanita untuk berjihad dalam bentuk ketakwaan dan peningkatan spiritualitas. Oleh karena itu, setiap muslimah sepatutnya mensyukuri kesempatan ini dengan memanfaatkannya sebaik mungkin. Sebagaimana firman Allah dalam
QS Ibrahim: 7, _"Lainsyakartum la azidannakum..."
Jika bersyukur, maka Allah akan menambah nikmat-Nya. Syukur ini harus diwujudkan dalam bentuk muhasabah atau introspeksi diri, menghargai nikmat yang telah diberikan, serta berusaha meningkatkan kualitas ibadah dan amal saleh.
Menurut Ibn Qoyyim alJawziyyah yang merupakan murid dari Ibn Taimiyyah, penyucian jiwa dapat dilakukan dengan zikir, baik melalui lisan maupun hati. Shalat juga merupakan bentuk zikir, yang apabila dilakukan dengan penuh kekhusyukan, akan memberikan ketenangan hati dan kejernihan pikiran. Hati yang bersih akan mengarahkan seluruh anggota tubuh untuk berbuat kebaikan, sebagaimana ditegaskan dalam
QS As-Syam: 9-10, _"Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya."_
Dalam kajian tersebut, Ustadzah Mimi juga menekankan bahwa terdapat keterkaitan erat antara jiwa dan perbuatan, serta hubungan erat antara akal dan hati. Hati berfungsi sebagai pusat komunikasi spiritual yang mengirimkan sinyal kepada pikiran. Jika hati berada dalam keadaan tenang, aman, dan nyaman, maka sinyal yang dikirimkan ke seluruh tubuh akan membawa kebaikan.
Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim juga menguatkan konsep ini, di mana Rasulullah ? bersabda, _"Setiap amal anak Adam adalah untuk dirinya, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya."_ Hadis ini menunjukkan bahwa puasa adalah ibadah yang langsung terkait dengan hubungan antara hamba dan Allah, serta menjadi jalan bagi seorang Muslim untuk melatih diri dalam tazkiyatun nafs.
Lebih lanjut, Ustadzah Mimi menjelaskan konsep Qalbun Salim, sebagaimana dijelaskan oleh Ibn Qoyyim alJawziyyah sebagai tahap spiritual yang harus dimiliki oleh setiap Muslim. Hati yang bersih dan sehat akan membawa seseorang kepada ketenangan batin, menjadikannya pribadi yang istiqamah dalam keimanan dan Islam. Oleh karena itu, ia menghimbau kepada seluruh peserta kajian, terutama dirinya sendiri, untuk senantiasa berzikir dan menjaga keteguhan iman.
Kajian ini menjadi pengingat bagi umat Islam bahwa puasa bukan sekadar rutinitas tahunan, tetapi sebuah proses penyucian jiwa yang mendalam. Dengan memahami dan mengamalkan konsep tazkiyatun nafs, setiap Muslim diharapkan dapat meraih derajat ketakwaan yang lebih tinggi serta menghadirkan kebaikan dalam kehidupannya dan orang-orang di sekitarnya.(Pan)